0

Pengembangan Kaligrafi di Pesantren.

Oleh: Hadi Purwanto, S.Pd.I
Makalah ini disampaikan pada Orientasi Pengembangan keterampilan Pondok Pesantren, pada Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan.
Di Hotel Biuti, 19 – 21 Oktober 2012.

A. Pendahuluan
Kaligrafi adalah salah satu seni Islam yang telah dikenal di mana-mana. Dengan perkembangannya sekarang ini kaligrafi menjadi hiasan pokok pada tempat-tempat keagamaan Islam seperti masjid, musholla, sekolah Islam. Bahkan kantor dan rumahpun sekarang banyak terdapat kaligrafi yang dijadikan sebagai hiasan atau interior pelengkap.
Kaligrafi menempati posisi seni Islam tertinggi, hal ini dapat dilihat pada banyaknya tulisan pada artefak dan juga fakta banyaknya lukisan yang disertai teks. Pendapat ini menunjukkan bahwa tulisan sangat penting bagi suatu kesadaran estetik Islam karena tulisan ada di mana-mana.
Dalam beberapa ungkapan kaligrafi juga disebut dengan istilah art of Islamic art artinya seninya seni Islam. Hal ini menggambarkan kedudukan kaligrafi yang lebih tinggi dari seni-seni Islam yang lainnya.
Pesatnya perkembangan kaligrafi menjadikannya sebagai salah satu pelajaran seni yang diajarkan di sekolah-sekolah khususnya sekolah agama. Ada yang menempatkannya sebagai kegiatan ekstrakurikuler dan bahkan ada yang menetapkannya sebagai kurikulum sekolah tersebut.
Salah satu sekolah yang memuat kaligrafi ke dalam kurikulum pembelajaran adalah pondok pesantren. Di pondok pesantren kaligrafi diajarkan sebagai penunjang baca tulis arab, dikarenakan pada proses pembelajaran di pondok pesantren banyak menggunakan bahasa Arab.

Dengan maraknya kaligrafi ini, maka bermunculan pula lomba-lomba kaligrafi, baik yang hanya berskala Sekolah, daerah bahkan nasional. Seperti MKQ (Musabaqah Khattil Qur’an ) pada MTQ, lomba Kaligrafi pada MTQ Mahasiswa, POSPENAS (Pekan Olahraga dan Seni Pondok Pesantren Nasional), dan banyak lagi event-event lainnya. Kaligrafi juga dilombakan pada ajang tingkat ASEAN, yaitu Peraduan Menulis Khat ASEAN di Brunai Darussalam yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Dan juga Lomba Kaligrafi Internasional di Turki yang diadakan empat tahun sekali.
B. Pengertian dan Sejarah Singkat Kaligrafi
Kata kaligrafi (bahasa Inggris: calligraphy) berasal dari bahasa latin ‘kalios’ yang berarti indah dan ‘graph’ yang berarti tulisan atau aksara. Gabungan arti seluruhnya menjadi tulisan indah atau aksara indah (aksarindah), kepandaian menulis elok atau tulisan elok. Penulisnya disebut kaligrafer. Bahasa Arab menyebutnya khat yang berarti garis atau tulisan indah (al-khat al-jamilah). Penulisnya disebut khattat.
Berkenaan dengan kaligrafi arab, Syeikh Syamsuddin al-Akfani menyebutkan dalam kitabnya Irsyad al-Qasid bahwa pengertian kaligrafi adalah “suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk anatomi huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara merangkainya menjadi komposisi tulisan yang bagus, atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan mana pula yang tidak perlu digores, menentukan mana-mana yang perlu digubah dan dengan metode bagimana menggubahnya”.
Dari definisi tersebut menunjukan kaligrafi yang dianggap ideal atau indah dan bagaimana secara anatomis hurufnya. Dalam banyak ungkapan, kaligrafi atau khat sering disebut lisan al-yadd yaitu lidahnya tangan, karena dengan tulisan itulah tangan berbicara.
Kebangkitan baca tulis kaum muslimin dimulai sejak tahun 2 Hijriyah ketika Rasulullah mewajibkan kepada tawanan perang yang tidak mampu membayar tebusan untuk mengajari baca tulis kepada orang muslimin. Pada masa itu kaligrafi masih menggunakan Khat Kufi ( khat yang berbentuk siku) yang merupakan kaligrafi paling tua. Kufi saat itu masih belum mepunyai tanda baca sampai pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib tulisan tersebut mempunyai tanda baca dengan sempurna.
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah mulai timbul ketidakpuasan terhadap khat kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan, sehingga dimulailah perumusan tulisan yang lebih lembut dan mudah digoreskan. Perumusan tersebut menghasilkan beberapa jenis tulisan yaitu, Khat Tumar, Jalil, Nisf, Tsulus dan Tsulusain. Tokoh kaligrafi saat itu yang terkenal adalah Qutbah al-Muharrir.
Pengembangan kaligrafi terus dikembangkan sampai pada zaman Bani Abbasiyah sehingga muncul kaligrafi yang merupakan gaya baru ataupun modifikasi gaya lama seperti, Khat khafif Tsulus, Khafif Tsulusain, Riyasi dan al-Aqlam as-Sittah (Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’ah dan Tauqi). Adapun tokoh-tokoh kenamaan pada masa ini adalah Ibnu Muqlah, Ibnu Bauwab dan Yaqut al-Musta’tsimi.
Selanjutnya Kaligrafi masuk pada masa penghalusan untuk menghasilkan karya-karya yang lebih sempurna yang dimulai pada zaman kerajaan-kerajaan Persia sehingga menghasilkan gaya-gaya kaligrafi seperti, Khat Farisi, Ta’liq, Nasta’liq, Gubar, Jali, Anjeh Ta’liq, Sikatseh, Sikatseh Ta’liq, Tahriri, Gubari ta’liq, Diwani dan Diwani Jali. Sedangkan tokoh-tokohnya adalah, Yahya al-Jamili, Umar Aqta, Mir Ali Tibrizi, Imanuddin al-Husaini, Muhammad bin al-Wahid, Hamdullah al-Amasi, Ahmad Qurahisari, Hafiz Usman, Abdullah Zuhdi, Hamid al-Amidi dan Hasyim Muhammad al-Bagdadi (enam terakhir adalah dari Turki Usmani sampai Turki Modern)
Saat ini sebagian dari ratusan jumlah gaya kaligrafi yang telah berkembang telah pupus dan yang masih berkembang dan paling fungsional di seluruh dunia Islam adalah, Naskhi, Tsulus, Ijazah, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah dan Kufi.
Di Indonesia sendiri Kaligrafi pertama kali ditemukan di Gresik Jawa Timur , yaitu pada makam Fatimah binti Maimun yang wafat pada 495H/1028M. pada makam tersebut terdapat tulisan Kaligrafi yang menggunakan Khat Kufi. Selanjutnya kaligrafi berkembang mengikuti perkembangan Islam di Indonesia sampai saat ini.
C. Jenis-jenis Kaligrafi
Jumlah Jenis Kaligrafi dari awal perkembangan Islam sampai sekarang semuanya lebih dari 300 jenis. bahkan ada yang berpendapat ada lebih dari 400 jenis. Jumlah ini tersebar keseluruh pelosok dunia. Adapun penyebab menjadi banyaknya jenis kaligrafi ini karena perkembangan kaligrafi sendiri mengiringi perkembangan islam yang terjadi di suatu daerah tersebut.
Sebagai Contoh, Kaligrafi yang berkembang di India seperti Khat Zulf-I Arus yang merupakan perkembangan khat Farisi. Sebagai contoh lain seperti Khat Shini yang berkembang di Cina ( Shini artinya Cina,bahasa Arab ). Dan masih banyak contoh-contoh lain seperti Khat Magribi, Sikatseh dan lain-lain.
Sedangkan Kaligrafi yang pertama muncul adalah Khat Kufi yaitu pada masa Rasulullah, yang mana pada waktu itu digunakan untuk penulisan ayat-ayat suci Al Qur’an. Selanjutnya Kufi sendiri di gantikan kegunaannya karena muncul khat-khat yang baru yang lebih mudah dibaca dan ditulis.
Di Indonesia sendiri kaligrafi yang berkembang dan dipelajari sampai saat ini hanya 8 jenis. Adapun 8 Jenis Kaligrafi (Khat) tersebut adalah sebagai berikut:
Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani jail, Kufi, Farisi, Riq’ah, dan Ijazah.
1. Khat Naskhi
Khat Naskhi merupakan aliran kaligrafi paling pokok, karena digunakan untuk penulisan naskah-naskah biasa seperti teks Al-Qur’an, Koran, majalah dan tulisan arab sehari-hari. Dengan menguasai Naskhi gaya-gaya khat lainnya akan mudah dipelajari. Nama khat naskhi berasal dari kata nasakha yang berarti mengahapus, diartikan demikian karena khat Naskhi telah menghapus jenis tulisan yang telah lama yaitu khat Kufi.
Pena untuk Naskhi berkemiringan kira-kira 45 derajat atau disesuaikan dengan kenyamanan dan kebiasaan tangan masing-masing penulis. Sedangkan ketinggian huruf sekitar 5 titik.
2. Khat Riq’ah
Khat Riq’ah lebih simpel dari pada Naskhi, Karena tidak banyak lekukan memutar, misalnya pada huruf wawu dan ra; atau pada kepala wawu, fa, dan qaf. Begitu pula alif digoreskan secara lurus. Seperti juga sin, dapat ditulis tanpa gigi. Pena yang digunakan sedikit lebih datar dari pada pena untuk Naskhi.
Karena itu, khat Riq’ah dapat digoreskan lebih cepat seperti stenografi, yang cocok digunakan untk imla’ atau dikte, mencatat pelajaran atau wawancara yang kesemua itu membutuhkan kecepatan.
3. Khat Tsuluts
Cara menggoreskan khat Tsulus sama dengan khat Naskhi. Karena itu pena yang digunakan pun boleh sama. Kecuali pena untuk harakat dan hiasan Tsulus lebih kecil, kira-kira sepertiga ukuran pena untuk menggoreskan anatomi hurufnya. Dengan demikian, digunakan dua pena menulis khat Tsulus.
Bedanya dengan Naskhi, Tsulus tampil lebih gagah dengan ketinggian 7 (tujuh) titik dan gigi nibrahnya lebih terbuka. Meskipun arah goresannya sama, bentuk anatomi huruf Tsulus sedikit berlainan dengan Naskhi dengan perbedaan yang tidak terlalu fundamental.
Khat Tsulus kebanyakan hanya untuk hiasan, baik dalam media tulis menulis maupun hiasan dekorasi.
4. Khat Diwani
Berbeda sama sekali dengan khat Naskhi, Riq’ah, dan Tsulus yang masih satu saudara, khat Diwani memiliki gaya putaran yang sangat lentur dan mengarah kepada bulatan-bulatan yang memiliki pucuk yang lancip. Khat Diwani juga tidak lazim menerima harakat dan hiasan, namun disini pula rahasia keindahannya.
Maka untuk memudahkan goresan-goresan yang lentur tersebut, sebaiknya digunakan pena yang lebih miring sedikit dari pada pena untuk Naskhi dan Tsulus. Namun Khat Diwani dapat pula digoreskan dengan kedua pena tersebut.
5. Khat Diwani Jali
Khat Diwani jail merupakan pengembangan khat Diwani. Alur goresannya hanya sedikit berbeda namun memiliki goresan-goresan tambahan yang sangat tipis misalnya untuk alif, lam, kaf, atau alif tha’. Perbedaan yang mencolok dari Diwani adalah pada hiasannya yang padat dengan harakat yang kerap kali ditulis tebal.
Oleh karena itu, khat Diwani Jali digores dengan dua pena. Pena pertama untuk pokok tulisan sedangkan pena kedua berfungsi untuk menyempurnakan goresan pena dan hiasan-hiasannya.
6. Khat Farisi
Khat Farisi ( Ta’liq ) yang ditulis miring ke kanan memiliki variasai tulisan, sehingga posisi pena harus berubah-ubah, karena ada satu huruf yang ukuran lebarnya berlain-lainan. Maka keindahan gaya Farisi sangat tergantung kepada kemahiran mengubah-ubah ujung pena. Ada huruf yang ditulis hanya dengan sepertiga lebar ujung pena, seperti gigi sin, kepala ha’, bulatan atas shad dan pucuk kaf
Untuk itu pena yang digunakan harus miring seperti pena untuk Diwani dan sangat tipis untuk mendapatkan goresan-goresan kecil dengan sentuhan ujungnya. Apabila tidak bisa dicapai maka dapat menggunakan dua pena sekaligus, yang satu berukuran sepertiga yang pertama.
7. Khat Kufi
Khat Kufi dicirikan dengan bentuk pokoknya, yaitu kubisme atau siku-siku. Oleh karena itu, tidak ada pena khusus untuk khat kufi. Meskipun ciri pokok khat Kufi bersiku-siku, namun bentuk tersebut dapat dikembangkan. Misalnya pada huruf-huruf tertentu seperti huruf Wawu dan Ra’, sudut-sudutnya dapat dibuat bundar. Demikian ketegakkannya dapat dicipta lebih luwes dalam bentuk miring atau melengkung.
8. Khat Ijazah
Khat Ijazah merupakan gabungan dari Khat Naskhi dan Khat Tsuluts, jadi tidak ada kaidah-kaidah khusus pada khat Ijazah. Sesuai namanya Khat Ijazah ini digunakan untuk penulisan Ijazah-Ijazah berbahasa Arab.
D. Pembelajaran Kaligrafi di Pesantren
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang paling efektif dalam mengajarkan kaligrafi. Sebab pada pesantren para santri sudah terbiasa menulis arab dikarenakan sebagian besar pelajarannya berbahasa Arab. Selain itu pesantren yang mempunyai asrama memudahkan para santri untuk latihan dan berdiskusi tentang kaligrafi.
Adapun pembelajaran kaligrafi di pesanten dapat dilakukan dengan dua tahapan yaitu:
1. Pendalaman Materi Kaligrafi
Pendalaman materi kaligrafi untuk santri dapat dimulai dengan acara workshop terbuka yang diisi dengan gambaran umum kaligrafi serta tujuan dan manfaat kaligrafi. Pada kegiatan ini berguna untuk memancing keinginan para santri sehingga termotivasi untuk belajar kaligrafi.
Pendalaman materi kaligrafi dimulai dengan pendalaman khat Naskhi karena khat naskhi adalah jenis kaligrafi yang telah digunakan sehari-hari, baik pada penulisan al-Qur’an maupun buku-buku berbahasa Arab lainnya. Adapun proses pembelajaran pendalaman materi kaligrafi dapat dimulai dari pendekatan anatomi huruf yang diklasifikasikan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kedekatan bentuk, kesamaan irama, arah goresan dan tingkat kemudahan dan kesukarannya. Setelah itu baru menulis huruf-huruf bersambung,
Namun sebelum sebelum pembelajaran itu santri di ajarkan membuat titik (nuqtah) yang nanti menjadi ukuran untuk kaidah-kaidah kaligrafi. Selain itu cara pembelajaran kaligrafi adalah dengan meniru karya-karya master kaligrafi, baik master kaligrafi nasional maupun master kaligrafi internasional. Meniru karya para master kaligrafi adalah termasuk tahap pertama dan juga dilakukan sebagai tahap akhir dari proses pembelajaran kaligrafi. Yang artinya pada awal pembelajaran kaligrafi santri disuruh meniru karya-karya master kaligrafi tanpa mengenalkan kaidah, selanjutnya pembelajaran diisi dengan materi penulisan kaligrafi dengan menggunakan kaidah dan terakhir santri kembali disuruh meniru karya master kaligrafi dengan melihat kaidah yang ada.
2. Penerapan Tulisan ke Berbagai Media
Selain belajar kaidah kaligrafi, santri harus diajarkan untuk berkarya kaligrafi diberbagai media. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas santri sekaligus menghilangkan kejenuhannya belajar kaidah. Ada berbagai macam jenis karya yang dapat dihasilkan dari seni kaligrafi. Baik yang dihasilkan dengan bahan kertas, kanvas sampai bahan-bahan yang ada disekitar seperti kaca, kayu dan lain-lain. Karya-karya tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kaligrafi untuk lomba dan kaligrafi non lomba.
Adapun karya kaligrafi untuk lomba adalah sebagai berikut:
a. Naskah atau Penulisan buku
Naskah atau penulisan buku adalah karya kaligrafi yang ditulis pada kertas. Karya ini adalah karya paling sederhana karena hanya memuat tulisan hitam putih saja. Namun tingkat kesulitan naskah ini adalah terletak pada penilaian karena pada naskah hanya nilai kaidah saja yang dinilai. Jenis naskah ini paling banyak menempati lomba kaligrafi yaitu Musabaqah Khattil Qur’an (MKQ) pada MTQ, peraduan menulis Asean dan lomba kaligrafi internasional di Turki.
b. Hiasan Mushaf
Hiasan Mushaf adalah cerminan dari suatu hiasan yang terdapat pada Al Quar’an di lembar awal dan kedua yang biasanya berisi Surah Al Fatihah dan awal dari Surah Al Baqarah. Hiasan mushaf dituliskan pada kertas karton. Pada hiasan mushaf yang lebih banyak berperan adalah desain hiasan/iluminasi samping mushaf sedangkan jenis tulisan utama yang digunakan adalaha hanya Khat Naskhi. Hiasan Mushaf ini dilombakan pada MTQ dan Pospenas.
c. Dekorasi
Dekorasi adalah karya kaligrafi yang dibuat pada papan plywood dengan ukuran 80x 120 cm. pada dekorasi ini tulisan kaligrafi dipadukan dengan hiasan/ormanen dengan pewarnaan yang yang serasi. Dekorasi ini dilombakan pada MTQ dan MTQ Mahasiswa.
d. Kaligrafi Kolase
Kaligrafi kolase adalah jenis kaligrafi yang dihasilkan dari tempelan-tempelan. Pada jenis karya ini santri dibebaskan menempelkan benda apapun sehingga menjadi karya kaligrafi yang indah. Kaligrafi Kolase saat ini hanya dilombakan pada Pospenas.
e. Lukisan Kaligrafi
Lukisan kaligrafi sering disebut dengan kaligrafi kontemporer karena pada lukisan kaligrafi karya kaligrafi yang dihasilkan tidak lagi berpegang pada kaidah-kaidah kaligrafi. Tulisan kaligrafi lebih banyak memuat karakter-karakter tulisan seperti karakter api, air, tali dan lain-lain. Dengan menonjolkan karakter ini maka kalimat lebih dihayati. Lukisan kaligrafi dilombakan pada Pospenas dan pada lomba-lomba kaligrafi umum.
Sedangkan karya kaligrafi non lomba mempunyai banyak jenis karya yang dapat dihasilkan diantaranya sebagai berikut:
a. Kaligrafi kaca
b. Kaligrafi kayu
c. Kaligrafi steofoam (gabus)
d. Kaligrafi kain air Gucci
e. Kaligrafi sulam.
f. Kaligrafi kulit telur.
E. Kegiatan Penunjang Pembelajaran Kaligrafi di Pesantren
Pembelajaran kaligrafi harus diiringi dengan kegiatan penunjang yang dapat mendorong minat santri untuk lebih giat dalam memperdalam kaligrafi. Selain itu kegiatan penunjang akan menambah wawasan kaligrafi kepada para santri.
Adapun kegiatan-kegiatan penunjang Keterampilan kaligrafi adalah: Sanggar Kaligrafi, Pameran Kaligrafi, Lomba Kaligrafi, Forum diskusi kaligrafi, rekreasi seni dan kewirausahaan.
1. Sanggar kaligrafi
Sanggar diadakan sebagai kegiatan penunjang bagi santri setelah belajar kaligrafi di kelas. Kegiatan di sanggar kaligrafi dilakukan lebih mendalam dibandingkan kegiatan di kelas. Apabila di kelas pembelajaran kaligrafi hanya seputar kaidah di sanggar ini dapat meningkatkan kepada pembelajarn kaligrafi di berbagai media.
Selain itu sanggar mempunyai fungsi antara lain: tempat berkumpul para santri berbakat dan berminat, tempat berdiskusi kaligrafi, galeri penyimpanan karya dan sebagai markas latihan kaligrafi.
2. Pameran kaligrafi
Pameran kaligrafi merupakan salah satu cara santri untuk mengemukakan ide yang tertuang dalam karya kepada khalayak ramai. Tujuan dari pameran kaligrafi adalah untuk mendapatkan tanggapan dan penilaian terhadap karya yang dipamerkan. Selain itu pameran kaligrafi juga dapat berfungsi sebagai tempat untuk menjual atau melelang karya sekaligus.
Bagi para santri sendiri pameran mengandung makna yang strategis untuk memperkenalkan diri kepada publik. Karena bisa dikatakan populritas seorang kaligrafi sangat ditentukan dari banyaknya karya yang telah dibuat.
3. Lomba kaligrafi
Lomba kaligrafi merupakan wahana latihan untuk meningkatkan kualitas karya kaligrafi santri. Dan juga menjadi motivasi mereka untuk terus berlatih. Lomba kaligrafi dapat di lakukan dengan dua cara yaitu:
a. Menyelenggarakan sendiri lomba kaligrafi, baik untuk tingkat pesantren maupun untuk umum yang mengundang peserta dari luar.
b. Melibatkan santri untuk ikut lomba kaligrafi diluar pesantren, seperti lomba pada hari besar, lomba yang diadakan sekolah lain, Pospenas, MTQ dan lain-lain.
4. Forum diskusi kaligrafi
Forum diskusi kaligrafi adalah sebuah forum diskusi yang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kaligrafi, baik tentang cara belajar, lomba bahkan untuk karya-karya kaligrafi model baru. Diskusi ini dapat diadakan berkala seperti mingguan, bulanan, triwulan ataupun semester. Peserta diskusi ini pun selaian diikuti oleh para santri dapat pula melibatkan kaligrafer dari luar pesantren.
5. Rekreasi seni
Rekreasi seni berguna untuk menyegarkan kembali semangat para santri sehingga memotivasi para santri untuk lebih meningkatkan karya kaligrafinya. Rekreasi seni ini dapat memilih hari-hari libur baik liburan mingguan maupun liburan semester. Adapaun bentuk rekreasi seni ini dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Melukis di alam terbuka seperti pantai atau pegunungan.
b. Menggelar demonstrasi seni di tempat umum.
c. Mengunjungi pameran seni.
d. Mengunjungi para tokoh kaligrafi sehingga dapat berdialog dan sekaligus dapat melihat karya-karyanya.
6. Kewirausahaan.
Yang termasuk dalam kegiatan kewirausahaan adalah pemasaran hasil karya kaligrafi, baik melalui galeri maupun pameran. Selain karya kaligrafi santri juga dapat menerima pesanan kaligrafi, baik itu pesanan kaligrafi media kertas atau kanvas bahkan pesanan penulisan kaligrafi dinding.
F. Penutup
Dari uraian makalah di atas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kaligrafi berasal dari bahasa Latin yang mempunyai arti tulisan indah. Sedangkan dalam bahasa Arab kaligrafi disebut dengan khat. Penulis kaligrafi disebut Kaligrafer atau khattat.
2. Perkembangan kaligrafi dimulai sejak perkembangan baca tulis umat Islam sekitar tahun ke-2 Hijriyah.
3. Jenis kaligrafi sampai sekarang mempunyai jumlah yang banyak, namun untuk di Indonesia hanya 8 jenis yang berkembang dan dipelajari hingga sekarang, yaitu: naskhi, tsulus, riq’ah, diwani, diwani jali, farisi, kufi dan ijazah.
4. Dalam pembelajaran kaligrafi di pesantren dapat dilakukan dengan dua tahapan, pertama pendalaman materi kaligrafi yaitu yang berhubungan dengan kaidah-kaidah penulisan kaligrafi. Kedua, penerapan kaligrafi ke berbagai jenis karya, misalnya mushaf, dekorasi, kaligrafi kaca, kaligrafi steofoam dan lain lain.
5. Untuk menunjang kegiatan keterampilan di pesantren perlu diadakannya kegiatan-kegiatan sebgai berikut: sanggar kaligrafi, pameran kaligrafi, lomba kaligrafi, forum diskusi kaligrafi, rekreasi seni dan kewirausahaan.
G. Daftar Pustaka
Afifi, Fauzi salim, Cara Mengajar Kaligrafi Pedoman Guru, diterjemahkan oleh D. Sirojuddin, Jakarta: Darul Ulum Press, 2002.
Ahmad, Abd. Aizi, Ragam Karakter Kaligrafi, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Ambrary, Hasan Muarrif, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
D. Sirojuddin AR, Keterampilan Menulis Kaligrafi Bagi santri Pondok Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI, 2001.
_____________, Membina Kaligrafi Gaya Lemka, Jakarta: Depbinkat Lemka, 1996..
_____________, Pembinaan Khat Naskhi di Lemka, Jakarta: Depbinkat Lemka, 1997.
_____________, Seni Kaligrafi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Kaligrafi”, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1997.
El-Iskandar, Boby Es-Syawal, Ragam Hiasan Mushaf Nusantara: Panduan Teknik Pengolahan Hiasan Mushaf, Jakarta: Balemedia, 2003.
Huda, Nurul, Melukis Ayat Tuhan, Jakarta: Gama Media, 2005.
Husain, Abdul Karim, Khat Seni Kaligrafi, Surabaya: Menara Kudus, 1971.
Leaman, Oliver, Estetika Islam; Menafsirkan Seni dan Keindahan, diterjemahkan oleh Irfan Abu Bakar, Bandung: Mizan, 2005.
Makin, Nurul, Kapita Selekta Kaligrafi Islami, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995.
Syaharuddin, Tehnik Pengolahan Dekorasi, Jakarta: Alimah, 2000.

Posting Komentar

 
Top